Makalah Tentang Upacara Kasada Suku Tengger dalam Pendidikan Multikultural


Makalah Tentang Upacara Kasada Suku Tengger, PROBOLINGGO

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebudayaan sangat erat hubunganya dengan masyarakat segala sesuatu yang terdapat didalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri meskipun bentuk dan caranya berbeda antara daerah  satu dengan yang lainnya. Akan tetapi perbedaan tersebut tidak menimbulkan perpecahan.

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dan budaya. Dari keanekaragaman budaya nusantara yang ada. Kebudayaan selalu menarik untuk dibahas dan dipelajari, diantara salah satu daerah yang memiliki berbagai macam kebudayaan adalah kota Probolinggo, yang mana kota ini adalah kota asal tanah kelahiran saya sendiri.

Dalam makalah ini salah satu tradisi kebudayaan Probolinggo yang akan diangkat  yaitu, Upacara Kasada di Gunung Bromo desa Tengger Kabupaten Probolinggo Jawa Timur. yang di dalamnya banyak mengandung nilai-nilai adat kebudayaan dan sejarah.  Dan juga juga masih ditemui satu suku dengan sosial budaya yang khas, yaitu masyarakat Tengger yang hidup di kawasan Pegunungan Tengger.

Dalam makalah ini dibahas juga tentang pendidikan multikultural, dimana didalamnya akan dibahas bagaimana menghubungkan, mengembangkan, dan mempertahankan kebudayaan Upacara Kasada ini dengan pendidikan multikultural.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Adat Kebudayaan Probolinggo ?
2. Bagaimana Sejarah Tradisi Upacara Kasada ?
3. Bagaimana Tradisi Upacara Kasada ?
4. Apa Itu Pendidikan Multikultural ?
5.Bagaimana Menanamkan Pendidikan Multikultural dalam Tradisi Upacara kasada?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Adat Kebudayaan Probolinggo.
2. Untuk Mengetahui Apa Itu Upacara Kasada.
3. Untuk Mengetahui Sejarah Upacara Kasada.
4. Untuk Mengetahui Definisi Pendidikan Multikultural.
5. Untuk Mengetahui Penanaman Pendidikan Multikultural dalam Upacara Kasada.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Adat Kebudayaan Probolinggo
          Kebudayaan adalah aset yang sangat peka dan wajib dimiliki oleh setiap daerah karena budaya sendiri adalah suatu hasil dari pola tingkah laku yang didapat dan disampaikan melalui berbagai macam bentuk, seperti melalui kesenian, adat-istiadat bahkan kebiasaan yang sudah mendarah daging dan membentuk suatu kepribadian yang dilakukan baik individu maupun kelompok tertentu.

         Salah satunya adalah adat kebudayaan yang ada di probolinggo, terdapat beberapa adat kebudayaan yang ada di daerah saya yaitu probolinggo, seperti : “Jaran kencak, Ludruk, Ojung, Karapan kambing, Petik laut, Perahu hias, dan Upacara Kasada, dll”. Dan bukan hanya dilihat dari segi adat kebudayaannya namun probolinggo memiliki dua bahasa yang menarik yaitu bahasa madura, dan bahasa jawa. Meskipun probolinggo terletak dipulau jawa, namun bahasa yang digunakan khususnya probolinggo timur ( paiton ) menggunakan bahasa madura.

         Dan dalam makalah ini penulis akan membahas lebih mendalam salah satu adat kebudayaan probolinggo yaitu “Upacara Kasada”, lebih tepatnya kebudayaan ini berada di Gunung Bromo desa Tengger Kabupaten Probolinggo.

2.2 Sejarah Perayaan Upacara Kasada
          Dikisahkan, konon ada sepasang suami-isteri bernama Jaka Seger dan Raya Anteng, yang disatukan dari identitas dan status sosial yang berbeda. Jaka Seger adalah seorang pemuda dari Tengger, sedangkan Rara Anteng adalah salah satu kerabat dari Keraton Majapahit.

Setelah beberapa tahun usia perkawinan, keduanya tidak kunjung dikaruniai keturunan. Keduanya lalu bersemadi dan memohon agar segera diberikan keturunan, disertai ikrar kepada roh penjaga Gunung Bromo bila doanya terkabul akan melakukan pengorbanan. Permohonan tersebut ternyata dikabulkan, bahkan mereka dikaruniai keturunan berjumlah dua puluh lima orang. Untuk memenuhi janjinya, sepasang suami-istri itupun menyerahkan anak bungsunya bernama Dewa Kusuma untuk dikorbankan kepada roh Gunung Bromo.

Sepenggal kisah inilah yang menjadi asal-usul ritual Kasada, dan diperingati setiap tahun oleh komunitas Tengger (yang berarti pula anak cucu Rara Anteng dan Jaka Seger). Tidak lain tidak bukan, ritual ini diperuntukkan untuk mengenang pengorbanan yang dilakukan oleh Dewa Kusuma. Cerita mengenai Rara Anteng dan Jaka Seger dalam ritual Kasada biasanya disampaikan menjelang puncak perayaan Kasada, berupa larung sesaji secara massal di kawah Gunung Bromo.

Dari kisah Rara Anteng dan Jaka Seger inilah keseluruhan makna identitas Tengger selama ini dikonstruksikan. Hefner misalnya, dengan merujuk sumber-sumber dan catatan kolonial, menyatakan bahwa sebagian orang Tengger adalah orang-orang Majapahit yang mencari perlindungan dari serangan kerajaan Islam Demak. Perjumpaan dua “saudara” ini lalu dimaknai sebagai simbol pertemuan dua identitas yang mengharapkan kesuburan, kemakmuran, dan keberlangsungan rantai generasi mereka.

Di kalangan dukun-dukun Tengger sendiri, makna Kasada memiliki versinya sendiri, walau secara “resmi” tidak menolak kisah Rara Anteng dan Jaka Seger. Menurut Mujono (Dukun Ngadas {lor}, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo), ritual Kasada menyiratkan banyak makna di antaranya untuk mengingat pengorbanan leluhur, dan persembahan terhadap Yang Maha Kuasa guna memperoleh berkah kesuburan dan perlindungan.

Namun demikian selain cerita legenda yang sebenarnya banyak memuat versi tersebut, ritual Kasada secara sosiologis sebenarnya juga menjadi momen perjumpaan. Sebab, melalui ritual Kasada seluruh warga Tengger dari empat Kabupaten yang mengiris wilayah dataran tinggi Tengger berkumpul bersama. Tepat tanggal 15 saat bulan purnama, warga Tengger dari Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang menyatu dan melakukan puja bakti di Poten yang terletak di pinggir kawah Bromo.

Rangkaian upacara yang rumit dan dilakukan secara massal inilah yang sebenarnya membuat daya tarik Kasada amat besar. Paduan antara keelokan Bromo dan keagungan tradisi wong Tengger memancarkan keagungan yang mengundang rasa takjub semua orang.

Karena itu rasanya tidak mengherankan, bila ritual Kasada juga dimaknai oleh berbagai pihak dengan cara yang berbeda-beda. Proses modernisasi dan realitas ekonomi dan politik mutakhir telah ikut meletakkan ritual Kasada dalam ruang baru dengan aneka makna dan tafsir bagi para “penikmatnya”. Nasib tak dapat ditolak, dalam ruang yang baru ini Kasada kini menjadi arena pertarungan berbagai kepentingan, dan perebutan berbagai makna yang mengiringi kehidupan komunitas Tengger.

Pengorbanan Dewa Kusuma sebagai representasi leluhur Tengger juga menandai proses pemujaan terhadap arwah setiap leluhur Tengger yang telah meninggal. Biasanya pemujaan ini dihelat melalui ritual entas-entas, atau mengentaskan arwah leluhur yang telah meninggal agar memperoleh alam surgawi. Sementara Kasada lebih menekankan pada pengentasan arwah leluhur mereka, yang diritualkan secara massal.

2.3 Tradisi Perayaan Upacara kasada
             Kota Probolinggo mempunyai tradisi yaitu Upacara Kasada.Upacara ini diadakan pada saat purnama bulan Kasada (ke dua belas) tahun saka, upacara ini disebut juga sebagai Hari Raya Kurban. Biasanya lima hari sebelum upacara Yadnya Kasada, diadakan berbagai tontonan seperti; tari-tarian, balapan kuda di lautan pasir, jalan santai, pameran. Sekitar pukul 05.00 pendeta dari masing-masing desa, serta masyarakat Tengger mendaki Gunung Bromo untuk melempar Kurban (Sesaji) ke Kawah Gunung Bromo. Setelah pendeta melempar Ongkeknya (tempat sesaji) baru diikuti oleh masyarakat lainnya.

Disamping pemandangan alam yang indah Gunung Bromo juga memiliki daya tarik yang luar biasa karena tradisi masyarakat tengger yang tetap berpegang teguh pada adat istiadat dan budaya yang menjadi pedoman hidupnya. Upacara Kasada terkenal hingga manca negara dan selalu ramai di hadiri turis luar negeri maupun lokal.

2.4 Definisi Pendidikan Multikulrural
            Pendidikan Multikultural itu sendiri mmiliki banyak arti. Ada yang mengartikan pendidikan multikultural sebagai pendidikan yang didasarkan kepada realitas kemajemukan budaya yang ada di masyarakat. Dan ada yang mengartikan sebagai pendidikan yang berorientasi pada pengembangan secara positif nilai-nilai perbedaan budaya yang ada di tengah-tengah masyarakat. Ada pula yang mengartikan pendidikan multikultural sebagai sebuah paham baru yang bertujuan untuk mengembangkan demokrasi berdasarkan keragaman budaya masyarakat.

2.5 Penanaman Pendidikan Multikultural Dalam Tradisi Upacara Kasada
           Indonesia adalah Negara multikultural yang memiliki adat istiadat yang beraneka ragam. Misalnya Probolinggo, di probolinggo terdapat beberapa adat istiadat yang salah satunya yaitu Upacara Perayaan Kasada yang ada di Gunung Bromo desa Tengger Kabupaten Probolinggo.

           Menyadari bahwa probolinggo terdiri dari beberapa pemeluk agama dan  kebudayaan, yang beraneka ragam. Maka, pendidikan alternatif mutlak diperlukan. Yaitu suatu bentuk pendidikan yang berusaha menjaga kebudayaan misalnya “Upacara Kasada” yang ada di Gunung Bromo desa Tengger Kabupaten Probolinggo, dan memindahkannya kepada generasi berikutnya, menumbuhkan akan tata nilai, memupuk persahabatan antara perbedaan beraneka ragam suku, ras, dan agama, mengembangkan sikap saling memahami, serta mengerjakan keterbukaan dan dialog.

           Pendidikan alternatif yang dimaksud yaitu pendidikan multikultural, pendidikan ini merupakan pendidikan yang sangat penting atau layak untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar. Mengapa sangat penting ? karena, misalnya tradisi “Upacara Kasada” yang merayakan hanya mayoritas masyarakat yang beragama hindu, sedangkan Di probolinggo sendiri terdapat agama-agama lain seperti agama islam. Dengan adanya Pendidikan Multikultural kita sebagai umat yang beragama islam bisa menghargai, mengembangkan sikap toleransi, mau menerima perbedaan.

           Pendidikan multikultural dilakukan sebagai upaya mendorong persamaan struktur sosial dan toleransi kultural. Pendidikan multikultural sekaligus sebagai upaya rekontruksi sosial agar terjadi persamaan struktur sosial dan toleransi kultural dengan tujuan menyiapkan agar setiap siswa aktif mengusahakan persamaan struktur sosial dan menerima perbedaan.

           Pendidikan multikultural menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya di lingkup sekolah tapi juga dirumah dan lingkungan sosial dengan menanamkan dalam benak pikiran siswa dan anak-anak kita, bahwa perbedaan merupakan sunnatullah yang harus dijalani, semua sudah ada yang mengatur, maka, tidak selayaknya kita lari dari tanggung jawab. Mari memupuk dan kembangkan pendidikan multikultural dan toleransi dalam wadah pembelajaran.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
      Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam agama, suku, dan adat istiadat. Salah satunya adalah pulau jawa lebih tepatnya didaerah “probolinggo”  dimana disana banyak adat istiadat dan kebudayaan salah satunya “Upacara Kasada di Gunung Bromo” desa Tengger Kabupaten Probolinggo. Upacara kasada biasanya dirayakan oleh masyarakat yang mayoritas beragama Hindu. Sedangkan diprobolinggo sendiri terdapat beberapa agama, misalnya agama islam. Bagaimana sikap masyarakat yang beragama islam dengan perayaan upacara perayaan tersebut?. Jawabannya yaitu dengan adanya pendidikan multikultural sikap yang baik bagi masyarakat yang diluar agama hindu, tentang perayaan upacara kasada supaya bisa menerima perbedaan dan kepercayaan setiap kelompok atau individu. Disitulah peran penting pendidikan multikultural dalam memecahkan suatu perbedaan.

3.2 Kritik Dan Saran
............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
Ki Supriyoko. 2005. “PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN REVITALISASI HUKUM ADAT DALAM PERSPEKTIF SEJARAH”.  Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Subscribe to receive free email updates: