Pemilihan, Perencanaan, Perawatan, dan Pengembangan Media Pembelajaran

Pemilihan, Perencanaan, Perawatan, dan Pengembangan Media Pembelajaran

Pemilihan, Perencanaan, Perawatan, dan Pengembangan Media Pembelajaran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Media atau bahan adalah perangkat lunak berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan mempergunakan peralatan. Peralatan atau perangkat keras merupakan sarana untuk menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut.
Dalam proses belajar mengajar tentu sangat diperlukan media pembelajaran bagi setiap pendidik maupun peserta didik, oleh sebab itu dalam makalah ini tentang bagaimana membahas tentang bagaimana pemilihan, perencanaan, perawatan, dan pengembangan media pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemilihan Media Pembelajaran ?
2. Bagaimana Perencanaan Media Pembelajaran ?
3. Bagaimana Perawatan Media Pembelajaran ?
4. Bagaimana Pengembangan Media Pembelajaran ?

1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana pemilihan media pembelajaran.
2. Untuk mengetahui bagaimana perencanaan media pembelajaran.
3. Untuk mengetahui bagaimana perawatan media pembelajaran.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan media pembelajaran.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pemilihan Media Pembelajaran
     1. Faktor –faktor pemilihan media pembelajaran
Dalam memilih media pembelajaran diperlukan adanya faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu: 
(a) obyektivitas berdasarkan hasil penelitian atau percobaan, suatu media pembelajaran menunjukkan keefektifan dan efisien yang tinggi, maka guru jangan merasa bosan menggunakannya
(b) program pembelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya, maupun kedalamannya
(c) sasaran program adalah anak didik yang akan menerima informasi pembelajaran melalui media pengajaran
(d) situasi dan kondisi yang ada juga perlu mendapat perhatian dalam menentukan pilihan media pembelajaran yang akan digunakan
(e) kualitas teknik, media pembelajaran yang digunakan perlu diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat
(f) keefektifan dan efisiensi penggunaan media pembelajaran. 
2. Prinsip – prinsip pemilihan media pembelajaran
Prinsip - prinsip pemilihan media untuk kepentingan pembelajaran sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
a. Ketepatan dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan intruksional yang ditetapkan 
b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran 
c. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak-tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar 
d. Keterampilan guru dalam menggunakannya, apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran. 
e. Tersedianya waktu untuk menggunakannya, sehingga media tersebut dapat bermafaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.
f. Situasi dan kondisi, misalnya tempat atau ruangan yang dipergunakan untuk kegiatan pembelajaran, seperti ukurannya, perlengkapannya, ventilasinya, cahayanya, dan sebagainya. Atau kesesuaian dengan keadaan siswanya seperti jumlahnya, minat, dan motivasi belajarnya.
g. Objektivitas, maksudnya saudara harus terhindar dari pemilihan media yang didasari oleh kesenangan pribadi semata (subjektif). Unsur subjektivitas ini agak sulit dihindari. Untuk menghindarinya sebaiknya saudara selalu meminta pandangan, pendapat, saran, atau koreksi dari teman sejawat (guru lain) atau dari anak. 
h. Sesuai dengan minat dan kemampuan berpikir siswa, memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung didalamnya dapat dipahami oleh para siswa. 
3. Karakteristik Pemilihan Media Pembejaran
Pemilihan media pembelajaran berdasarkan berbagai karakteristik perkembangan anak, maka guru harus mendesain program belajar bermedia yang sesuai untuk mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan anak. Program pembelajaran bermedia tersebut tersebut dirancang dengan memperhatikan beragam kriteria sebagai berikut :
1. Konkret: berbagai stimulasi dalam pembelajaran yang digunakan bersifat konkret sesuai dengan fase perkembangan kognitif anak usia dini. Hal ini akan mempermudah mereka memahami intisari pengalaman-pengalaman baru yang dijumpai dalam lingkungannya dan mengintegrasikannya ke dalam struktur pemahaman yang sudah dipunyai sebelumnya. Anakpun harus difasilitasi untuk secara konkret berada di tengah-tengah narasumber professional yang ahli di bidangnya masing-masing, agar anak mendapatkan gambaran nyata dalam proses pengenalan sebuah kehidupan dan lebih khusus lagi kehidupan profesi. 
2. Menyenangkan: belajar haruslah menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak dan memberinya kebebasan untuk bereksplorasi dengan ide-ide baru sesuai minat maupun jenis kecerdasan yang dimilikinya tanpa mengabaikan stimulan untuk jenis kecerdasan lainnya. Proses belajar sebagian besar akan dilalui anak dengan cara bermain dan bereksplorasi tanpa banyak kekangan atau formalitas dan tanpa harus disalahkan atau dibatasi oleh keinginan-keinginan orang dewasa. Hal ini menjadi sangat vital karena anak perlu membentuk sebuah nilai moral yang positif mengenai belajar, agar ada keriangan dan minat yang makin besar terhadap sebuah proses belajar. 
3. Komunikatif :berkomunikasi dengan anak usia dini membutuhkan strategi tersendiri, karena penting bagi mereka untuk juga mendengarkan orang lain, dan bukan hanya minta didengarkan saja. Untuk mencapai tujuan tadi maka guru yang terlibat dalam program ini perlu memahami hal-hal apa saja yang berpengaruh pada proses komunikasi dengan anak. Mereka juga perlu menempatkan diri pada posisi anak dan menyesuaikan diri dengan karakteristik anak usia dini secara empatis. 
4. Integratif :aspek yang dikembangkan dalam proses belajar tidak terfokus pada salah satu aspek saja. Dalam segala aktivitas yang dilakukannya, anak harus dapat mengoptimalkan berbagai aspek sekaligus, baik aspek-aspek kognitif, fisik, science dan aspek-aspek lainnya. Aspek moral dan emosi juga amat penting untuk diperhatikan secara khusus mengingat bahwa kemampuan seorang anak untuk mengatur dan menyesuaikan emosinya dengan situasi yang dijumpai akan menjadi landasan sukses anak di kemudian hari. 
5. Media dan Sumber belajar: media dan sumber belajar yang digunakan dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria-kriteria :
a. Aman: Media harus aman dan sesuai dengan kematangan usia. Misalnya, pada anak usia sekitar 4 tahun yang masih cenderung bereksplorasi melalui alat inderanya, materi permainan yang digunakan seyogyanya tidak dibuat dari bahan kimia berbahaya dan berukuran terlalu kecil, karena beresiko tertelan atau dimasukkan ke dalam lubang hidung dan lubang telinga. 
b. Tepat usia: media dan sumber belajar diharapkan menjadi stimulan yang sesuai dengan usia anak, karenanya disusun dengan mempertimbangkan fase perkembangan yang tengah dilalui anak. Sebagai contoh, pada anak yang mulai belajar mengelompokkan atau mengklasifikasikan benda dan warna, perlu disediakan materi yang berwarna warni atau terdiri dari bentuk-bentuk tertentu yang mudah dikenali.Atau dapat pula dikemas dalam kegiatan field trip yang memberikan pemuasan pada rasa ingin tahu anak.
c. Menarik: mampu menarik anak untuk terlibat secara aktif. media dan sumber belajar yang digunakan tidak boleh terlalu monoton, statis atau terstruktur ketat. Diupayakan agar media dan sumber belajar justru dapat merangsang anak untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut. Misalnya pada anak diperkenalkan lingkungan sosial budaya desa tertentu secara terbatas sebelum memulai field trip, kemudian mereka ditugasi untuk mengeksplorasi lebih lanjut dan menyusun suatu cerita yang lebih lengkap tentang desa tersebut sesudahnya, lengkap dengan data-data pendukung, hasil kerajinan atau data apapun yang dapat dikumpulkan sesuai kreativitas dan minat mereka. 
d. Variatif: mampu mengakomodasi berbagai minat dan jenis kecerdasan anak. Mengingat teori tentang kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda yang telah disinggung sebelumnya, perlu kiranya menyediakan sebanyak mungkin variasi media dan sumber belajar yang dapat mengakomodasi tiap jenis kecerdasan. Bahan ajar tentang jenis-jenis mahluk hidup misalnya, dapat saja disusun dengan bentuk penyajian grafis atau berbentuk peta pikiran yang berwarna warni, untuk menarik dan mempermudah proses belajar mereka yang berciri visual. Sementara itu, bagi anak-anak yang memiliki kecerdasan bahasa menonjol dapat dipergunakan bahan ajar serupa yang penyajiannya dalam bentuk bacaan atau rekaman naratif. Sebaliknya, field trip atau belajar langsung di alam bebas dan di Kebun Binatang mungkin akan menarik bagi anak-anak dengan jenis kecerdasan naturalis yang dominan. 
e. Menantang: media dan sumber belajar haruslah menantang, artinya dirancang dengan taraf kesulitan sedikit di atas kemampuan dasar anak. Hal ini diperlukan agar tidak membosankan dan mendorong anak untuk terus mengalami kemajuan. Meskipun demikian bahan ajar tersebut haruslah realistis dan dapat dicerna oleh anak pada usianya, supaya anak tidak mengalami keputusasaan karena terlalu
sulit dan akhirnya merasa gagal. Misalnya, bahan ajar/tema yang mengharuskan anak melakukan perkalian dan pembagian sementara kemampuan matematis yang dikuasainya baru sampai pada konsep penjumlahan satuan.
f. Integratif: media dan sumber belajar dirancang untuk sekaligus memberikan stimulasi pada berbagai aspek yang akan dikembangkan pada diri anak. Field trip misalnya, diselenggarakan sesuai tema tiap kesempatan untuk sekaligus melatih segi motorik dan fisik anak saat ia diajak berjalan-jalan, segi kognitif ketika ia diajak menghitung berapa banyak rumah bata yang ia lihat sepanjang perjalanan, bahkan juga kemampuan berbahasa ketika anak diajak mendiskusikan hal-hal yang dialaminya sepanjang perjalanan. Tidak ketinggalan juga aspek moral dan sosial seperti tidak membuang bungkus permen secara sembarangan dan menyapa orang-orang yang ditemui bila anak mengenalnya.

Dalam pemilihan media, juga dapat didasarkan dari berbagai pertimbangan, yaitu digolongkan atas: 
Pilihan Media Tradisional 
b. Visual diam yang diproyeksikan (proyeksi tak tembus pandang, proyeksi overhead, slide, (filmstrips). 
c. Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu/flanel) 
d. Audio (rekaman piringan hitam dan pita kaset) 
e. Penyajian multimedia (slide plus suara, paduan gambar-suara, dan multi image) 
f. Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video). 
g. Cetak (buku teks, modul, teks terprogram, buku kerja, majalah berkala, lembaran lepas atau hand-out). 
h. Permainan (teka-teki, simulasi, permainan papan). 
i. Realia (model, specimen/contoh, manipulatif (peta, globe, boneka). 

Pilihan Media Teknologi Mutakhir 
a. Media berbasis telekomunikasi (teleconference dan telelecture)
b. Media berbasis mikroprosesor ( pembelajaran berbantuan komputer, permainan komputer, pembelajaran interaktif, hypermedia, dan compact video disc)


2.2 Perencanaan Media Pembelajaran
Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam perencanaan media pembelajaran. Pendapat Gagne dan Briggs menyarankan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran
2. Mengklasifikasikan tujuan berdasarkan domain atau tipe belajar
3. Memilih peristiwa-peristiwa pengajaran yang akan berlangsung
4. Menentukan tipe perangsang untuk tiap peristiwa
5. Mendaftar media yang dapat digunakan pada setiap peristiwa dalam pengajaran
6. Mempertimbangkan (berdasarkan nilai kegunaan) media yang dipakai
7. Menentukan media yang terpilihkan digunakan
8. Menulis rasional (penalaran) memilih media tersebut
9. Menuliskan tata cara pemakaiannya pada setiap peristiwa
10. Menuliskan script pembicaraan dalam penggunaan media.

Secara umum dapat diperinci langkah-langkah perencanaan media sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa. Kebutuhan dalam proses belajar mengajar adalah kesenjangan antara apa yang dimiliki siswa dengan apa yang diharapkan. Dalam proses belajar, yang dimaksud dengan kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan, dan sikap siswa yang kita inginkan dengan kemampuan, keterampilan dan sikap siswa yang mereka miliki sekarang.
2. Merumuskan tujuan instruksional (Instructional objective) dengan operasional dan khas. Untuk dapat merumuskan tujuan instruksional dengan baik, tujuan instruksional harus berorientasi kepada siswa.Tujuan harus dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, artinya kata kerja itu menunjukkan suatu prilaku/perbuatan yang dapat diamati atau diukur.
Sebuah tujuan pembelajaran hendaknya memiliki empat unsur pokok yang dapat kita akronimkan dalam ABCD (Audience, Behavior, Condition, dan Degree). Audience adalah menyebutkan sasaran/ audien yang dijadikan sasaran pembelajaran, Behavior adalah menyatakan prilaku spesifik yang diharapkan atau yang dapat dilakukan setelah pembelajaran berlangsung, Condition adalah menyebutkan kondisi yang bagaimana atau di mana sasaran dapat mendemonstrasikan kemampuannya atau keterampilannya, Degree adalah menyebutkan batasan tingkatan minimal yang diharapkan dapat dicapai.
3. Merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung tercapainya tujuan. Penyusunan rumusan butir-butir materi adalah dilihat dari sub kemampuan atau keterampilan yang dijelaskan dalam tujuan khusus pembelajaran, sehingga materi yang disusun adalah dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan dari kegiatan proses belajar mengajar tersebut. Setelah daftar butir-butir materi dirinci maka langkah selanjutnya adalah mengurutkannya dari yang sederhana sampai kepada tingkatan yang lebih rumit, dan dari hal-hal yang konkret kepada yang abstrak.
4. Mengembangkan alat pengukur keberhasilan. Alat pengukur keberhasilan ini harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dan dari materi-materi pembelajaran yang disajikan. Bentuk alat pengukurnya bisa dengan tes, pengamatan, penugasan atau cheklist prilaku. Instrumen tersebut akan digunakan oleh pengembang media, ketika melakukan tes uji coba dari program media yang dikembangkannya.
5. Menulis naskah media. Naskah media adalah bentuk penyajian materi pembelajaran melalui media rancangan yang merupakan penjabaran dari pokok-pokok materi yang telah disusun secara baik seperti yang telah dijelaskan di atas. Supaya materi pembelajaran itu dapat disampaikan melalui media, maka materi tersebut perlu dituangkan dalam tulisan atau gambar yang kita sebut naskah program media.
6. Mengadakan tes dan revisi. Tes adalah kegiatan untuk menguji atau mengetahui tingkat efektivitas dan kesesuaian media yang dirancang dengan tujuan yang diharapkan dari program tersebut. Sesuatu program media yang oleh pembuatnya dianggap telah baik, tetapi bila program itu tidak menarik, atau sukar dipahami atau tidak merangsang proses belajar bagi siswa yang ditujunya, maka program semacam ini tentu saja tidak dikatakan baik.

2.3 Perawatan Media Pembelajaran
Agar media pembelajaran yang telah dibuat dapat terpelihara dengan baik dan dapat digunakan berkali-kali dalam waktu yang relatif lama maka perlu diupayakan pemeliharaan dan perawatannya. Berikut ini diuraikan beberapa cara praktis dalam memelihara dan merawat media pembelajaran sederhana yang bisa dilakukan tanpa harus mengeluarkan biaya yang tak terlalu banyak, bahkan tanpa biaya sedikit pun, antara lain: 
1. Media grafis, seperti bagan, diagram, grafik, poster, dan kartun yang dibuat dengan ukuran cukup besar (ukuran karton manila), bisa diberi pada bagian atas dan bawahnya. Cara menyimpannya tidak digulung atau dilipat supaya media tersebut tidak cepat rusak atau robek. Janganlah media tersebut digantungkan di ruang kelas sepanjang tahun, dan hanya berfungsi sebagai hiasan kelas belaka. Hal tersebut hanya akan mengganggu konsentrasi siswa yang sedang belajar. 
2. Dalam rangka upaya pemeliharaan dan kepraktisan dalam menggunakan media grafis, bisa diupayakan dengan pembuatan display atau papan penyajian. Display ini bisa saja berupa papan planel, papan buletin, papan tikar, atau bisa juga berupa lembaran balik (flipchart). Lembaran balik digunakan dengan cara membalikkan gambar satu per satu ke belakangnya. Lembar-lembar gambar digantung atau disandarkan.Ukuran gambar besar sehingga dapat dibaca atau dilihat oleh siswa dalam kelas.Gambar-gambarnya merupakan satu kesatuan yang mudah dimengerti.
3. Apabila pihak sekolah memiliki dana yang cukup memadai, sebaiknya disediakan ruang tertentu untuk menyimpan berbagai media pembelajaran, baik yang telah dibuat sendiri maupun hasil membeli dari toko sehingga media tersebut awet/tahan lama dan terpelihara dengan baik. Ruang tersebut bisa juga berfungsi sebagai pusat media (media center) atau pusat sumber belajar (learning resources center) pada tingkat sekolah.Media pembelajaran tersebut baru digunakan apabila memang tujuan dan materi pelajaran menuntut menggunakan media pembelajaran tersebut.Kalau perlu ada petugas khusus yang menangani alat dan media pembelajaran tersebut.

2.4 Pengembangan Media Pembelajaran
Pengembangan media  pembelajaran merupakan hal sangat penting dilakukan oleh para guru karena disamping anak-anak memulai belajarnya dari hal-hal yang kongkrit, tersedianya  media  pendidikan  tersebut  memungkinkan  dapat  ditumbuhkannya  budaya belajar  mandiri,  budaya  demokrasi,  dasar  pembiasaan  untuk  kehidupan  di  kemudian hari,  serta  menciptakan  komunikasi  antara  anak  dengan  orang  dewasa  dan  teman sebaya. Pengembangan media yang dimaksud dalam makalah ini ada suatu cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, desain, produksi, evaluasi serta pemanfaatan media pendidikan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Secara garis besar kegiatan pengembangan media pembelajaran terdiri atas tiga langkah  besar  yang  harus  dilalui,  yaitu  kegiatan  perencanaan,  produksi  dan  penilaian. Sementara itu, dalam rangka melakukan desain atau rancangan pengembangan program media.  Arief  Sadiman,  dkk,  memberikan  urutan  langkah-langkah  yang  harus  diambil dalam pengembangan program media menjadi 6 (enam) langkah sebagai berikut:
1.  Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
2. Merumuskan  tujuan  intruksional  (Instructional  objective)  dengan operasional  dan khas
3. Merumuskan  butir-butir  materi  secara  terperinci  yang  mendukung  tercapainya tujuan
4.  Mengembangkan alat pengukur keberhasilan
5.  Menulis naskah media
6.  Mengadakan tes dan revisi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.......

3.2 Saran
....



DAFTAR PUSTAKA
Arief  S.  Sadiman,  1990  Media  Pendidikan  :  Pengertian,  Pengembangan  dan Pemanfaatannya, Jakarta : Pustekom Dikbud dan CV Rajawali.
Sadiman,  A.S.  1986.  Media  pendidikan:  pengeratian,  pengembangan,  dan pemanfaatannya. Jakarta: Cv. Rajawali.
Read More
PRINSIP – PRINSIP DISIPLIN KELAS

PRINSIP – PRINSIP DISIPLIN KELAS

PRINSIP – PRINSIP DISIPLIN KELAS

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Disiplin bagi peserta didik adalah hal yang rumit dipelajari sebab disiplin merupakan hal yang kompleks dan banyak kaitannya terkait antara pengetahuan, sikap dan perilaku. Kebenaran, kejujuran, tangggung jawab, kebebasan, rasa kasih sayang, tolong menolong dan sebagainya adalah beberapa aturan disiplin kemasyarakatan yang harus dipelajari/diketahui dan ditegakkan oleh para siswa.
Peserta didik belajar beberapa hal dengan cara mendengarkan misalnya, tetapi mereka lebih suka mengingat dan bertindak dengan kata-kata dan gagasan mereka sendiri. Dari sini peserta didik akan belajar lebih cepat apabila mereka terlibat dalam menyusun tata tertib mereka itu. Walaupun demikian, guru harus mengarahkan dan menentukan tindakan-tindakan apa yang harus diambil bila tata tertib dilanggar, sehingga disiplin tetap dapat ditegakkan.
Dalam makalah ini akan membicarakan mengenai prinsip-prinsip disiplin kelas yang meliputi pengertian disiplin kelas, hak, kebutuhan siswa dan tampilan guru hubungannya dengan disiplin kelas.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang tersebut diantaranya :
1.         Apa pengertian disiplin kelas?
2.         Apa saja prinsip-prinsip disiplin kelas?
3.         Apa saja hak peserta didik dalam penentuan disiplin kelas?
4.         Bagaimana kebutuhan peserta didik dalam penentuan disiplin kelas?
5.         Bagaimana tampilan guru hubungannya dalam disiplin kelas?

C.      Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Mengetahui dan memahami pengertian disiplin kelas.
2.         Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip disiplin kelas.
3.         Mengetahui dan memahami hak peserta didik dalam penentuan disiplin kelas.
4.         Mengetahui dan memahami kebutuhan peserta didik dalam penentuan disiplin kelas.
5.         Mengetahui dan memahami tampilan guru hubungannya dalam disiplin kelas.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Disiplin Kelas
            Kata disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang merujuk kepada belajar dan mengajar. Kata ini berasosiasi sangat dekat dengan istilah “disciple” yang berarti mengikuti orang belajar di bawa pengawasan seorang impinan. Disiplin adalah kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapapun (AsyMas’udi, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Yogyakarta: PT TigaSerangkai, 2000). Sedangkan The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang.
            Adapun menurut kamus umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta, istilah disiplin mengandung pengertian sebagai berikut : - Latihan batin dan watak dengan maksud supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib di sekolah. - Ketaatan pada aturan dan tata tertib. Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka dapatlah penulis katakan bahwa disiplin adalah rasa tanggung jawab dari pihak murid berdasarkan kematangan rasa sosial untuk mematuhi segala aturan dan tata tertib di sekolah sehingga dapat belajar dengan baik. Dan juga disiplin bukan hanya suatu aspek tingkah laku siswa di dalam kelas/sekolah saja, melainkan juga di dalam kehidupannya di masyarakat sehari-hari. Dengan demikian anak yang tidak mengenal disiplin akan cenderung menjadi anak nakal/pembangkang, oleh karena itu pembentukan disiplin adalah sejalan dengan pendidikan watak.
            Di dalam pembicaraan disiplin dikenal dua istilah yang pengertiannya hampir sama tetapi  terbentuknya satu sama lain merupakan urutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Diantara kedua istilah tersebut terlebih dahulu termasuk pengertian ketertiban, baru kemudian pengertian disiplin (Suharsimi: 114).Ketertiban merajuk kepada ketertiban seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong atau di sebabkan oleh sesuatu yng datang dari luar. Disiplin atau siasat merujuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada kata hatinya. Disiplin kelas adalah keadaan tertib dalam suatu kelas yang di dalamnya tergabung guru dan siswa taat kepada tata tertib yang telah ditetapkan (Dirjen PUOD dan Dirjen Diknasmen, 1996: 10).
            Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri sesseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Disiplin merupakan sikap mental. Disiplin pada hakikatnya adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan. Dengan disiplin dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatur perilaku anak dalam mencapai tujuan pendidikan, karena ada perilaku yang harus dicegah atau dilarang, dan sebaliknya, harus dilakukan. Pembentukan disiplin pada saat sekarang bukan sekedar menjadikan anak agar patuh dan taat pada aturan dan tata tertib tanpa alasan sehingga mau menerima begitu saja, melainkan sebagai usaha mendisiplinkan diri sendiri (self discipline). Artinya ia berperilaku baik, patuh dan taat pada aturan bukan karena paksaan dari orang lain atau guru melainkan karena kesadaran dari dirinya.
            Disiplin bukanlah kepatuhan lahiriah, bukanlah paksaan, bukanlah ketaatan pada otoritas gurunya untuk menuruti aturan. Disiplin adalah suatu sikap batin, bukan kepatuhan otomatis. Siswapun bertanggung jawab untuk menciptakan suasana kelas yang baik. Suasana kelas yang tidak tegang, ada kebebasan tapi ada pula kerelaan mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah.
            Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung.

B. Hak Peserta Didik  dalam Penentuan Disiplin Kelas
            Banyak guru kurang menyadari bahwa peserta didik memiliki hak-hak tertentu di dalam lingkungan sekolah. Hak-hak tersebut semuanya diatur dan diperkuat oleh peraturan dan kelaziman atau tradisi yang dipelihara oleh lingkungan sekolah dan masyarakat. Masyarakat: orang tua, wali murid, kelompok kemasyarakatan sering membawa sejumlah kasus pelanggaran terhadap hak-hak para siswa ke sekolah, ke Persatuan Orang Tua Siswa, atau ke Pengadilan. Beberapa hak siswa yang penting dan yang perlu dijamin adalah (Mc Neil dan Wiler, 1990) :
1.      Hak menyelesaikan pendidikan sebaik-baiknya.
2.      Hak persamaan kedudukan atau kebebasan dan diskriminasi dalam kelompok.
3.      Hak berekspresi secara pribadi.
4.      Hak keleluasaan pribadi, dan
5.      Hak menyelesaikan (studi) secara cepat.
            Hak-hak itu semua adalah hak-hak umum yang dimiliki para siswa. Dalam kaitan ini guru harus berusaha menerapkan dalam praktik-praktik disiplin baik pada kebijakan sekolah maupun peraturan atau hukum. Untuk hal tersebut, perlu ada garis sinkronisasi antara disiplin yang seharusnya ditegakkan dengan pertimbangan peraturan yang dibuat.

 C. Kebutuhan Peserta Didik dalam Penentuan Disiplin Kelas
            Kebutuhan para siswa adalah faktor yang relevan dalam menentukan banyak sistem disiplin kelas atau sekolah. Satu contoh adalah hak dan kebutuhan tertentu dari siswa cacat dan siswa yang perlu mendapat perhatian khusus, misalnya, anak cacat tidak dapat dikeluarkan dari sekolah kecuali jika Dewan Pertimbangan Kualifikasi Profesional menentukan lain. Penentuan itu seperti bahwa penanganan terhadap mereka jika diteruskan disekolah tersebut akan merugikan kedua belah pihak.
            Berkaitan dengan sejumlah besar kebutuhan para siswa, guru perlu mempertimbangkan dalam menentukan program disiplin kelas yang relevan dengan mata pelajaran yang diajarkan, tingkat kemampuan umum para siswa, dan latar belakang sosio-ekonomi para siswa. Dalam beberapa kelas tingkat perhatian kepada para siswa tidak sepenting kelas lainnya, tetapi dilain kelas, terutama pada kelompok kelas yang berkemampuan rendah guru dapat memperbaiki pola disiplin lebih baik, cermat, dan seksama. Sebagai contoh siswa yang datang dari keluarga yang berkarakter yang pola disiplinnya bertempramen kasar, maka kondisi seperti itu akan terbawa kedalam ruang kelas. Juga banyak guru mengalami problem disiplin ketika para siswa gagal melihat keterkaitan pelaksanaan antara materi yang disajikan kepada kehidupan mereka.
            Dalam hal khusus guru-guru memerlukan pertimbangan tentang hubugan program disiplin yang dibuat dengan motivasi individu para siswa. Dalam menegakkan seperangkat ketentuan disiplin sekolah, guru perlu mengkomunikasikan bagaimana para siswa seyogyanya bertingkah laku dan apa yang akan terjadi bila siswa berkelakuan lain. Beberapa prblema yang akan mengganggu disiplin seyogyanya dapat diperkirakan sejak dini. Contoh dari problema itu adalah siswa melawan. Terhadap hal tersebut, apakah guru membiarkan prilaku siswa yang keluar dari ketentuan yang diharapkan. Tentu saja tidak, oleh karena itu kalau terjadi hal seperti itu tindakann preventif segera dapat diterapkan.

D. Tampilan Guru Hubungannya dalam Disiplin Kelas
            Keberadaan guru dikelas tidak hanya bertugas menyampaikan kurikulum atau materi yang direncanakan kepada para siswa, tetapi kondisi personal disiplin para guru itu sendiri dikelas perlu ditampilkan. Materi dan disiplin harus dikaitkan kepada pemahaman umum dari apa yang diharapkan para siswa. Program yang cukup efektif dalam memberi pemahaman disiplin misalnya dapat dilaksanakan sekolah dengan cara melibatkan para siswa untuk mendiskusikan topik-topik yang menjadi kepedulian sekolah.
            Faktor disiplin penting lain dapat berkembang pada sejumlah guru ditingkat sekolah dasar dan menengah yang mengajar secara tim. Walaupun guru tersebut tidak secara riil mengajar bersama dan menyampaikan kepada para siswa dalam bahasan yang sama pada ruang atau waktu saat para guru mengajar. Karena pra siswa diajar oleh masing-masing guru dalam kelompok tim, maka komponen penting dari disiplin harus dirumuskan. Karena kalau tidak dirumuskan akan terjadi ketidak konsistenan antara siswa satu dengan yang lainnya dalam menangkap makna materi. Misalnya, seorang guru membiarkan seorang siswa menyontek sementara yang lain tidak diijinkan. Perlakuan diskriminatif ini akan menimbulkan ketidak konsistenan diantara mereka. Lebih lanjut harus ada respon yang saling menguntungkan diantara para profesional sekolah mengenai pelaksanaan pemeliharaan disiplin dikelas.
            Guru baru harus memandang mereka sendiri sebagai bagian kelompok atau tim yang bertanggung jawab menyampaikan perencanaan pendeidikan tentang disiplin. Mereka hendaknya tidak sebagai seorang ahli yang berpraktik dalam kelas yang terisolasi, melainkan perlu kerterpaduan antara teori dan prakek.  

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Disiplin merupakan sikap mental, yang pada hakikatnya sebagai pencerminanan rasa ketaatan dan kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Kaitannya dengan disiplin kelas, dalam menerapkan disiplin itu sendiri harus memperhatikan hak, kebutuhan dan tampilan guru hubungannya dengan disiplin itu sendiri.
Sikap disiplin yang dilakukan sebenarnya merupakan suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan nilai tertentu, yaitu nilai keagamaan, nilai tradisional, nilai kekuasaan, nilai subjektif dan nilai rasional.
Dalam menyusun aturan/tata tertib guna memunculkan disiplin kelas, guru harus melibatkan siswa dalam pembuatannya, memperhatikan hak, dan kebutuhan peserta didik itu sendiri, serta peran guru dalam disiplin kelas adalah sebagai salah satu komponen yang harus juga mematuhi peratuaran yang dibuatnya, bukan hanya sebagai pengatur tanpa ikut melaksanakan.

B. Saran
Sebagai calon pendidik, hendaknya harus mengetahui dan memahami bagaimana cara kita bersikap disiplin, tentunya dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu karena kita sebagai agen percontohan mereka para peserta didik, setelah nantinya menjadi seorang pendidik, dalam menyusun atau menrancang aturan disiplin kelas hendaknya memperhatikan hak dan kebutuhan siswa, tetntunya mengikat tetapi tidak memberatkan mereka. Selain itu, peran dan sikap kita sebagai guru juga harus diselaraskan sesuai dengan aturan yang berlaku, karena sasaran disiplin kelas bukan hanya untuk siswa saja, melainkan juga berlaku untuk guru sebagai salah satu komponen kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Rachman, Maman. (1998). Manajemen Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Read More
LAPORAN OBSERVASI MANAJEMEN KELAS

LAPORAN OBSERVASI MANAJEMEN KELAS

LAPORAN OBSERVASI MANAJEMEN KELAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan pembelajaran yang baik harus dibarengi dengan pengelolaan kelas dan iklim belajar yang baik, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah. Untuk menciptakan pengelolaan yang baik, kita terlebih dahulu memahami apa arti manajemen kelas, prinsip dasar mengelola kelas, permasalahan dalam kelas, kondisi, penciptaan iklim pembelajaran dan kondisi-kondisi dalam kelas. Semua itu harus dipahami oleh guru agar pengelolaan kelas bukan hanya mengurusi tentang saran prasarana kelas saja tetapi kondisi psikologis dari siswa.
Kondisi psikologis dan jasmani siswa juga perlu diperhatikan, mengingat karakter dan kondisi siswa berbeda-beda, maka pembelajaran yang akan dilaksanakan bukan hanya bertujuan mencapai standar kompetensi saja, tetapi juga harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Pembelajaran juga harus memuat pendidikan karakter. Yaitu pada saat pembelajaran seorang guru juga harus memasukkan pendidikan karakter dalam pembelajaran, agar siswa sudah terbiasa dengan kebiasaan yang baik dan memuat karakter bangsa.
Kelengkapan sarana prasarana sekolah juga merupakan hal penting yang memerlukan pengeloaan. Sarana prasarana tersebut juga mempengaruhi kondisi belajara siswa, sehingga dalam jelas tersebut juga harus melakukan pembaharauan, baik itu penataan, perubahan bahkan penambahan fasilitas, agar siswa tidak cepat bosan.
Oleh karena itu, sebelumnya kita harus mengetahui kondisi-kondisi nyata dalam kelas terlebih dahulu, agar kita dapat meningkatkan kualitas dalam pengelolaan kelas. Kondisi-kondisi yang perlu kita ketahui, meliputi kondisi fisik kelas tersebut, kondisi sosio-emosional, kondisi organisasional, kondisi administrasi, kondisi intern serta kondisi ekstern kelas tersebut.

B. Perumusan Masalah
        Berdasarkan latar belakang masalah yang ada di atas, maka dapat kami rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana Kondisi Fisik pada kelas rendah (kelas II) dan Kelas tinggi (kelas IV) di SD Negeri 01     Lalung serta bagaimanakah saran kita untuk memperbaiki hal tersebut?
2. Bagaimana Kondisi Sosio-emosional pada kelas rendah (kelas II) dan Kelas tinggi (kelas IV) di SD     Negeri 01 Lalung serta bagaimanakah saran kita untuk memperbaiki hal tersebut?
3. Bagaimana Kondisi Organisasional pada kelas rendah (kelas II) dan Kelas tinggi (kelas IV) di SD       Negeri 01 Lalung serta bagaimanakah saran kita untuk memperbaiki hal tersebut?
4. Bagaimana Kondisi Administrasi pada kelas rendah (kelas II) dan Kelas tinggi (kelas IV) di SD           Negeri 01 Lalung serta bagaimanakah saran kita untuk memperbaiki hal tersebut?
5. Bagaimana Kondisi Intern pada kelas rendah (kelas II) dan Kelas tinggi (kelas IV) di SD Negeri 01     Lalung serta bagaimanakah saran kita untuk memperbaiki hal tersebut?
6. Bagaimana Kondisi Ekstern pada kelas rendah (kelas II) dan Kelas tinggi (kelas IV) di SD Negeri       01 Lalung serta bagaimanakah saran kita untuk memperbaiki hal tersebut?

C. Tujuan Penulisan
        Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan
2. Untuk bahan bacaan bagi pembaca
3. Untuk memberikan informasi tentang kondisi manajemen kelas II dan kelas IV SD Negeri 01             Lalung Karanganyar

D. Manfaat Penulisan
     Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menambah wawasan bagi penulisan akan manajemen kelas
2. Memberikan pengalaman tersendiri setelah melakukan observasi di SD Negeri 01 Lalung                     Karanganyar
3. Menambah wawasan bagi pembaca

BAB II
PEMBAHASAN

A. Orientasi Singkat SD
1. Profil Sekolah
a. Nama Sekolah : SD Negeri 01 Lalung
b. N.I.S. : 10006
c. N.S.S. : 101031309006
d. N.P.S.N. : 20312609
e. Propinsi : Jawa Tengah
f. Otonomi : Daerah
g. Kecamatan : Karanganyar
h. Desa/Kelurahan : Kepuh/Lalung
i. Jalan dan Nomor : Jl. Ngaliyan
j. Kode Pos : 57751
k. Daerah : Perkotaan
l. Status : Negeri
m. Akreditasi : Th. 2004 dan Th. 2007
n. Surat Keputusan (SK) : C No. 720 Th. 1949
o. Kegiatan Belajar Mengajar : Pagi
p. Bangunan : Bukan milik sendiri
q. Luas Bangunan : 2238 m2
r. Jarak ke pusat Kecamatan : 2 km
s. Jarak ke pusat Otoda : 3 km
t. Terletak pada litasan : Desa
u. Jumlah keanggotaan Rayon : 13 Sekolah
v. Organisasi penyelenggara : Pemerintah

2. Visi Sekolah
“Berprestasi mandiri dan berakhlak mulia”

3. Misi Sekolah
“Mendidik generas penerus bangsa menjadi manusia berpribadi, berbudi pekerti luhur dan trampil untuk kemudian”.

B. Deskripsi Hasil Observasi

1. Kondisi Fisik Sekolah
a. Kelas Rendah
Kondisi fisik secara umum kelas 2 di SD Negeri 01 Lalung secara umum masih cukup baik. Letak sekolah yang cukup strategis yakni dekat dengat jalan raya, memudahkan akses jalan ke SD. Depan SD ada kebun warga yang cukup luas, berisi tumbuhan jati. Tidak terlalu ramai dengan aktivitas warga.
Kondisi sarana prasarana masih tergolong layak untuk digunakan, kursi-kursi dalam kelas masih berbentuk panjang yang setiap meja diisi oleh dua siswa. Kondisi gedung sekolah juga dalam keadaan baik. Lapangan yang biasa digunakan untuk uparaca setiap hari seninpun seukuran setengah lapangan bola. Selain itu juga sering digunakan oleh anak sebaragai arena bermain. Kantin sekolah belum tersedia dengan baik. Saat istirahat siswa masih sering membeli makanan dan minuman di luar sekolah.
Papan tulis yang digunakan masih hitam putih. Belum menggunakan white board sehingga debu dari kapur masih sedikit mengotori lantai kelas. Dinding-dinding ruang kelas belum terlau penuh dengan hiasan-hiasan kelas karya siswa sendiri. Hanya terdapat papan jadwal pelajaran dan piket kelas. Belum ada tambahan seperti gambar pahlawan dan slogan. Karena kelas tersebut baru melakukan renovasi, sehingga masih dalam tahap penataan.
Pengaturan pencahayaan seperti ventilasi dan jendela sudah cukup baik. Terdiri dari 6 ventilasi di dinding bagian atas, dan 2 pintu di samping kanan kiri kelas. Pengaturan tempat duduk siswa dilakukan secara rolling dalm 2 minggu sekali. Dan meja guru juga sesekali dipindah agar perhatian guru tidak hanya pada satu fokus saja.

b. Kelas Tinggi (Kelas IV)
Ruang kelas IV terletak di sebelah barat kelas V. Ruang kelas IV menghadap ke selatan, namun tempat duduk siswa menghadap ke timur. Di depan Ruang Kelas terdapat teras kelas sepanjang kelas I sampai kelas VI. Di ruang kelas tersebut terdapat 3 pintu yaitu depan (sebelah selatan), belakang (sebelah utara), dan samping (sebelah timur, menghubungkan ruang kelas V). tetapi, di ruangan tersebut tidak ditemukan jendala berpintu. Jendela di ruangan tersebut terlihat seperti jendela ventilasi. Jendela itu tidak berpintu melainkan berbentuk persegi dengan jaring-jaring kawat dibagian tengahnya serta terletak tinggi menyerupai tempat ventilasi.
Papan tulisnya sudah menggunakan white board dan terletak didepan kelas. Tetapi tidak terdapat papan tulis khusus untuk matematika (papan tulis berpetak). Di depan kelas sebelah utara dekat dengan pintu, terdapat meja guru. Tempat duduk siswa 1 meja untuk berdua, 1 deret kebelakang ada 5 meja serta terdapat 3 meja untuk sebaris ke kanan.
Letak alamari itu sendiri berada di bagian sudut belakang sebelah utara ruang kelas. Selain itu, juga terdapat satu meja panjang disebelah selatan almari yang berguna untuk meletakkan hasil karya siswa. Namun, tidak semua hasil karya siswa diletakkan di meja tersebut, sebagian juga ada yang dipajang didinding kelas, seperti hasil lukisan (gambar) dari siswa. Di sebelahnya meja tersebut ada kerangka tubuh manusia.
Di bagian dinding kelas tidak hanya berisi pajangan hasil karya siswa. Di dinding bagian belakang ruang kelas terdapat beberpa pajangan rumus maupun alat peraga untuk pembelajaran, seperti rumus matematika dan peta. Di dinding sebelah samping kiri (utara) dipajang nama-nama kelompok, table kehadiran siswa, dan jadwal pelajaran. Sedangkan di dinding sebelah samping kanan (selatan) terdapat pajangan alat peraga IPA tentang alat saluran pernapasan manusia dll.
Dengan adanya 2 pintu yang mneghadap ke ruangan terbuka dan jendela ventilasi ruangan tersebut sudah mendapatkan penerangan yang cukup. Jika cuaca tidak mendung, cahaya lampu tidak diperlukan di ruangan tersebut.

2. Kondisi Sosio-emosional
a. Kelas Rendah
Berdasarkan observasi kami di kelas bawah yang diampu oleh Bapak Adi Setiawan selaku wali kelas 2 bahwa siswa – siswa kelas mempunyai banyak karakter yang berbeda-beda. Ada yang suka menjahili teman yang lain, ada yang asyik dengan dirinya sendiri, ada yang tidak pernah memperhatikan, dan ada juga yang selalu memperhatikan. Kadang ada juga yang ingin diperhatikan oleh guru sehingga sering menyela saat pak guru sedang berbicara.
Sikap guru dalam menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda tersebut ialah memberikan pengertian dan nasihat pada siswa, perhatian guru terpusat pada yang suka ramai sendiri, hanya menggunakan suara yang lantang untuk memperingatkan siswa. Siswa kurang mendengarkan penjelasan guru, karena suara guru kurang keras.
Penyampaian pembelajaran tematik oleh guru, hanya terpusat pada satu mata pelajaran saja. Tidak dihubungkan dengan mata pelajaran lain, karena menyesuaikan  kemampuan siswa. Siswa belum mampu memahami pembelajaran yang secara tematik, karena pemisahan antar mata pelajaran tidak begitu jelas. Biasanya satu tema diselesaikan dalam satu hari, kemudian siswa diberi soal atau ulangan, kemudian dikumpulkan oleh guru. Nilai tersebutlah yang akan menjadi nilai harian siswa.

b. Kelas Tinggi
Keadaan guru saat mengajar di kelas tidak hanya duduk di tempat duduk guru, tetapi juga sambil jalan menghampiri siswa-siwa yang dibagian depan. Guru juga sering menggunakan alat-alat peraga, namun hanya dengan alat peraga yang sudah ada. Guru juga sering menggunakan papan tulis dalam pembelajaran, walau kadang diselingi dengan bererita.
Saat memasuki kelas, guru mengucapkan salam dan menyapa semua siswa serta menanyakan kabar siswa-siswinya. Siswa pun juga menjawab dengan riang gembira. Saat pembelajaran pun antusias siswa juga tinggi. Namun, itu hanya didominasi oleh beberapa siswa tertentu.
Guru dalam mengajar selalu murah senyum. Suara guru dalam mengajar sudah lantang dan tegas sehingga terdengar oleh semua siswa di ruangan tersebut. Dalam mengajar guru tidak membeda-bedakan siswa satu dengan yang lainnya.

3. Kondisi Organisasional
a. Kelas Rendah
Berdasarkan observasi kami di kelas bawah yang diampu oleh Bapak Adi Setiawan selaku wali kelas 2 bahwa siswa – siswa kelas mempunyai banyak karakter yang berbeda-beda. Ada yang suka menjahili teman yang lain, ada yang asyik dengan dirinya sendiri, ada yang tidak pernah memperhatikan, dan ada juga yang selalu memperhatikan. Kadang ada juga yang ingin diperhatikan oleh guru sehingga sering menyela saat pak guru sedang berbicara.
Sikap guru dalam menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda tersebut ialah memberikan pengertian dan nasihat pada siswa, perhatian guru terpusat pada yang suka ramai sendiri, hanya menggunakan suara yang lantang untuk memperingatkan siswa. Siswa kurang mendengarkan penjelasan guru, karena suara guru kurang keras.
Penyampaian pembelajaran tematik oleh guru, hanya terpusat pada satu mata pelajaran saja. Tidak dihubungkan dengan mata pelajaran lain, karena menyesuaikan  kemampuan siswa. Siswa belum mampu memahami pembelajaran yang secara tematik, karena pemisahan antar mata pelajaran tidak begitu jelas. Biasanya satu tema diselesaikan dalam satu hari, kemudian siswa diberi soal atau ulangan, kemudian dikumpulkan oleh guru. Nilai tersebutlah yang akan menjadi nilai harian siswa.

b. Kelas Tinggi
Saat pergantian pelajaran keadaan siswa cukup gaduh. Karena setiap pergantian jam pelajaran itu ditandai bunyi bel istirahat. Di SD Negeri 01 Lalung waktu istirahatya sendiri dari jam 8.45 sampai jam 9.00 dan jam 10.45 sampai jam 11.00.
Ketika ada guru yang seharusnhya saat itu mengajar berhalagan hadir karena alasan tertentu, maka pihak kepala sekolah menyuruh salah satu guru yang tidak mengajar untuk mengisi pembelajaran di kelas tersebut. Jika saat itu juga tidak ada guru yang dapat menggantikan pembelajaran, maka kepala sekolah itu sendiri yang akan melakukan pembelajaran di kelas tersebut. Dan seandainya juga kepala sekolah tidak dapat mengisi KBM di kelas tersebut maka, siswa-siswi diberikan tugas dan diminta untuk mengerjakan tugas di dalam kelas dengan tenang.
Di SD Negeri 01 Lalung ini, semester lalu kedatangan siswa dari sekolah IT di karanganyar, tetapi siswa ini menjadi anak yang nakal sekali ketika ada siswa lain yang menggodanya (mnegejek). Dalam hal tersebut, guru sedikit mengalami kesulitan dalam menangani anak tersebut, karena pernah anak tersebut hamper menggoreskan silet ke lengannya sendiri, dan juga pernah memecahkan kaca jendela, bahkan anak ini juga menghancurkan barang-barang yang ada didepannya jika ada siswa lain yang mencoba memancing emosinya. Selain permasalahan siswa tersebut, kadang juga terjadi sedikit keributan antar siswa, tetapi guru kelasnya mampu menghadapinya.
Mengenai petugas upacara bendera setiap hari senin, biasanya dilakukan oleh siswa-siswi kelas IV, V, dan VI. Namun kelas III juga sudah dilatih untuk jadi petugas upacara bendera. Selain itu, di SD Negeri 01 Lalung juga terdapat ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut, meliputi: pramuka dan olahraga (tenis dan sepak bola).

4. Kondisi Administrasi
a. Kelas Rendah
Dalam pengaturan data administrasi kelas 2, Pak Adi membuat dan menyimpan data tersebut. Pembuatan data-data administrasi kelas seperti daftar nilai, buku bimbingan, buku inventaris, buku mutasi siswa, buku evaluasi pembelajaran, dan lain-lain setiap taun ajaran baru, tetapi data-data seperti daftar  nilai disusun setiap  semester.
Rata-rata umur siswa kelas 2 yaitu 8 tahun. Yang berusia 7 tahun berjumlah 13 orang, dan yang 8 tahun 18. Pekerjaan wali murid rata-rata adalah pekerja dan swastawan, agama yang dianut siswa adalah Islam. Grafik absensi masih dalam tahap pembuatan sehingga belum ada data yang bisa kami analisa.
b. Kelas Tinggi
Administrasi di kelas IV ini di organisir dengan baik. Semua administrasi kelas di susun dalam buku administrasi kelas. Administrasi kelas itu sendiri meliputi, kalender pendidikan, tata tertib kelas, struktur organisasi kelas, jadwal pelajaan, daftar regu kerja, daftar kelompok belajar, data-data inventaris kelas, denah tempat duduk, statistik umur siswa, pekerjaan orang tua dan agama, grafik nilai rat-rata per semester, bimbiingan dan penyuluhan, prestasi siswa dan absensi serta masih ada beberapa data lain lagi.

5. Kondisi Intern
a. Kelas Rendah
Kondisi intern kelas 2 secara jasmaniah dalam kelas menurut kami tidak ada masalah yang berarti. Walaupun di dalam kelas tersebut ada beberapa anak yang kidal, berjumlah 2-3 orang. Tetapi hal ini tidak menjadi masalah yang berarti dalam pembelajaran. Siswa lainnya cukup menghargai dan tidak mengejek siswa yang kidal tersebut. Tidak ada siswa yang mengalami cacat atau berkebutuhan khusus dalam kelas tersebut sebab SD Negeri Lalung 1 tidak menyediakan kelas inklusi. Sehingga juga tidak menerima siswa inklusi, karena tenaga kependidikan yang dibutuhkan juga juga belum memenuhi.
Secara psikologis kondisi intelegensi juga cukup bagus, karena saat pembelajaran cukup banyak yang mengerjakan tugas yang diberikan guru. Walaupun mereka mengerjakan dengan bermain dengan temannya.
Faktor kelelahan juga memberi pengaruh terhadap kondisi jasmniah siswa. Seperti contohnya, sesudah mengikuti pelajaran olahraga mereka kelelahan dan akhirnya menjadi malas mengikuti kegiatan pembelajaran.

b. Kelas Tinggi
Kondisi intern dari siswa itu sendiri berbeda-beda, karena setiap manusia itu diciptakan berbeda-beda. Namun, dalam pembelajaran guru tetap memandang semua siswa itu sama, tidak ada jurang pemisah antara yang pintar dan bodoh. Dalam pembelajaran ada beberapa siswa yang memilih asyik bermain sendiri atau berbicara dengan teman sebangkunya dari pada mendengarkan gurunya dalam mengajar.
Berdasarkan data absensi siswa, dapat dilihat bahwa untuk setiap harinya jumlah kehadiran siswa 99 %. Dengan demikian secara keseluruhan siswa-siswi di kelas tersebut secara jasmaniah sehat semua. Hanya kadang ada satu sampai dua siswa yang tidak masuk karena sakit ringan seperti demam, flu dan batuk. Itu pun kadang siswa tetap masuk ke sekolah karena antusiasisme siswa dalam belajar. Kondisi intelegensi siswa secara keseluruhan baik, namun jika dilihat seara personal. Masih ada siswa yang tertinggal jauh dari siswa yang lainnya.

6. Kondisi Ekstern
a. Kelas Rendah
Faktor ekstern kelas 2 dapat diidentifikasi dari kondisi keluarga, keadaan sekolah, dan kondisi masyarakat sekitar rumah dan sekolah. Keadaan keluarga mayoritas kelas 2 adalah pegawai atau buruh. Orang tua mereka bekerja dari pagi hingga sore, lainnya adalah swastawan. Untuk anak yang kedua orang tuanya bekerja, mereka sering merasa kesepian, dan ingin diperhatiakan. Tingkah laku mereka dapat diidentifikas dari suka murung, suka melamun. Sebagai guru harus pintar meneliti sikap anak didiknya supaya persoalan psikolgi anak dapat teratasi sehingga tidak mengganggu pembelajaran.
Kondisi masyarakat sekitar sumah dan sekolah tidak memberikan pengaruh yang signifikan,  karena masyarakat tidak memberikan pengaruh pada setiap harinya, rata-rata mereka tidak terpengaruh dengan masalah sosial di sekitar, karena mereka masih belum bisa memikirkan persoalan yang dihadapi masyarakat yang cenderung lebih sulit, dan belum dimengerti oleh mereka. Pengaruh masyarakat tidak memberikan masalah psikologi yan mengganggu pembelajaran.
b. Kelas Tinggi
Kondisi ekstern itu sendiri dapat berupa kondisi dari keadaan di rumah maupun di sekolah itu sendiri. Dari lingkungan sekolah, kelas tersebut cukup baik letaknya, tidak begitu jauh dari ruang guru dan ruang kepala sekolah, sehingga lebih mudah di amati jika ada keramaian di kelas tersebut. Sedangkan untuk lingkungan rumah, dapat dilihat dari perkerjaan orang tuanya. Secara umum pekerjaan orang tua siswa adalah buruh. Selain buruh juga ada yang pekerjaannya PN, swasta, maupun pedagang.
C. Analisis Hasil Observasi
Berdasarkan deskripsi hasil observasi kelompok kami di SD Negeri Lalung 1 Karanganyar, maka dapat kami analisis sebagai berikut:

1. Kondisi Fisik Sekolah
a. Kelas Rendah
Berdasarkan hasil pengamatan kami di  kelas bawah SD Negeri Lalung 1 yang telah kami observasi yakni kelas 2 bahwa kondisi fisik yang berupa pengaturan kelas yang dilakukan oleh guru belum sepenuhnya dilakukan. Karena SD Negeri Lalung 1 sedang mengalami renovasi atau panataan ulang, sehingga dalam pengaturan kelas yang berupa penataan letak ruang, sarana prasarana dan alat peraga masih dalam tahap perkembangan. Alat-alat peragapun belum terlau lengkap karena masih dalam tahap perkembangan juga
b. Kelas Tinggi
Ruangan kelas IV yang kami observasi sudah cukup baik. Namun ada beberapa hal yang perlu diperbaiki lagi agar pembelajaran dapat berjalan dengan lebih efektif dan efisien lagi.
Pertama, mengenai jendela ruang kelas tersebut, jendela yang masi berbentuk ventilasi tersebut menurut kami kurang nyaman karena letaknya terlalu tinggi seolah-olah itu merupakan ventilasi bukan jendela.
Kedua, mengenai tempat duduk. Tempat duduk yang sebangku panjang  untuk 2 siswa menurut kami itu baik, namun kurang efektif. Karena dengan 2 siswa duduk dalam 1 bangku akan sulit jika dibentuk tempat duduk berbentuk U, hanya dapat dibentuk tempat duduk menghadap ke papan tulis dan berhadapan antar siswa, itu pun sedikit lebih susah. Laci meja siswa juga sudah banyak yang rusak.
Ketiga, mengenai tata letak pajangan dan hasil karya siswa. Pajangan, baik pajangan alat peraga, hasil karya siswa dan pajangan foto presiden dan wakil presiden memang sudah ada. Tetapi, menurut kelompok kami, kondisinya sedikit kurang terawat, masih terlihat debu-debu menempel dipajangan dinding. Hasil-hasil karya siswa di meja panjang dekat almari itu pun tidak begitu tertata rapi, maih sedikit berserakan. Selain itu, tempelan-tempelan nama-nama kelompok ataupun tata  tertib siswa di  kelas sudah sulit terbaca tulisannya.

2. Kondisi Sosio-emosional

a. Kelas Rendah
Kondisi sosioemosional guru kelas 2 dalam mengajar di kelas cenderung monoton dan membuat siswa ramai, karena belum berpengalamannya guru dalam mengajar, sehingga belum dapat menguasai kelas. Hal ini akan berpengaruh bagi siswa. Penggunaan metode pembelajaran juga kurang menarik untuk siswa. Pada saat itu materi yang disampaikan adalah pengetahuan sosial.
Pada saat itu guru hanya menugaskan siswa untuk membaca buku materi, kemudian menjelaskan bagaimana cara mengisi biodata diri. Tetapi saat guru menerangkan, siswa sangat ramai dan asyik bermain sendiri sehingga tidak memperhatikan apa yang dikatakan guru.
Banyak siswa yang asyik dengan dirinya sendiri sampai dipanggil oleh gurupun dia tidak mempedulikan. Hal sangat disayangkan, karena pembelajaran pada kelas rendah seharusnya harus dapat menarik perhatian siswa dan menyenangkan. Harus disertakan juga permainan-permaian atau ice breaking untuk membuat siswa bersemangat dan perhatian tertuju pada guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Pembelajaran tematik yang seharusnya disampaikan guru tidak berjalan dengan lancar, karena guru harus menyesuaikan kemampuan siswa, karena permasalahan dalam kelas tersebut bukan hanya mengenai pengelolaan kelas saja, tetapi banyaknya siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran tematik karena pemisahan antara mata pelajaran satu dengan yang lain tidak begitu jelas.

b. Kelas Tinggi
Kondisi sosio-emosional guru saat mengajar sudah baik. Dalam mengajar guru telah ramah dan senyum serta selalu menyapa siswa saat awal pelajaran. Perhatiannya pun juga juga sudah ada untuk siswa. Hanya saja kurang ada mobilisasi guru dalam mengajar sehingga perhatiannya tidak dapat menyeluruh ke semua siswa. Selain itu, dengan begitu kurangnya hubungan hangat siswa dan guru dalam kelas.

3. Kondisi Organisasional

a. Kelas Rendah
Kondisi sosioemosional guru kelas 2 dalam mengajar di kelas cenderung monoton dan membuat siswa ramai, karena belum berpengalamannya guru dalam mengajar, sehingga belum dapat menguasai kelas. Hal ini akan berpengaruh bagi siswa. Penggunaan metode pembelajaran juga kurang menarik untuk siswa. Pada saat itu materi yang disampaikan adalah pengetahuan sosial.
Pada saat itu guru hanya menugaskan siswa untuk membaca buku materi, kemudian menjelaskan bagaimana cara mengisi biodata diri. Tetapi saat guru menerangkan, siswa sangat ramai dan asyik bermain sendiri sehingga tidak memperhatikan apa yang dikatakan guru.
Banyak siswa yang asyik dengan dirinya sendiri sampai dipanggil oleh gurupun dia tidak mempedulikan. Hal sangat disayangkan, karena pembelajaran pada kelas rendah seharusnya harus dapat menarik perhatian siswa dan menyenangkan. Harus disertakan juga permainan-permaian atau ice breaking untuk membuat siswa bersemangat dan perhatian tertuju pada guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Pembelajaran tematik yang seharusnya disampaikan guru tidak berjalan dengan lancar, karena guru harus menyesuaikan kemampuan siswa, karena permasalahan dalam kelas tersebut bukan hanya mengenai pengelolaan kelas saja, tetapi banyaknya siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran tematik karena pemisahan antara mata pelajaran satu dengan yang lain tidak begitu jelas.

b. Kelas Tinggi
Berdasarkan deskripsi singkat mengenai kondisi organisasional sudah baik. Hanya ada sedikit yang perlu diperbaiki mengenai pengatura siswa ketika siswa mengalami masalah. Serta mengenai kegiatan ekstrakurikuler khususnya olahraga tenis. Menurut hasil wawancara kami dengan guru kelas IV, kegiatan ekstrakurikuler tenis ini, kurang diminitai oleh siswa. Kebanyakkan siswa lebih dominan memilih ekstrakurikuler olahraga sepak bola.

4. Kondisi Administrasi

a. Kelas Rendah
Dalam pengaturan administrasi seperti data-data nilai, inventaris kelas, statistic pekerjaan orang tua, dan lain-lain harus disusun oleh guru kelas sendiri, karena yang lebih mengteahui keadaan siswa adalah guru kelas, seingga data-data tersebut dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Penyusunannya juga tidak hanya sekali dalam satu semester, tetapi juga harus diperbarui secara berkala, seperti data mutasi siswa yang memerlukan perbaharuan secara berkala. Perubahan mengenai data-data tersebut juga harus melalui musyawarah dengan guru lain sehingga data-data tersebut tidak mengandung kesimpang siuran dalam masyarakat.

b. Kelas Tinggi
Dalam pengaturan adminitrasi pada kelas IV ini, dilakukan oleh wali kelas IV sendiri, yaitu Ibu Kartiyah. Hampir semua data administrasi dilengkapi, sehingga memudahkan guru dalam mengelola adminitrasi kelas. Tetapi, ada beberapa data-data yang belum sempat di isi, seperti data denah tempat duduk siswa dan buku supervisi. Serta grafik absensinya belum diperbaharui. Namun, untuk absensi setiap harinya sudah ada dalam buku absensi tersendiri.

5. Kondisi Intern

a. Kelas Rendah
Dalam pengelolaan kondisi ekstern siswa, selaku guru harus dapat menganalisa apa  masalah yang dihadapi siswa. Misalnya dalam permasalahan kondisi fisik siswa maka guru harus dapat menjadi pendamping dan fasilitator siswa agar siswa tidak merasa kesulitan dalam mengikuti pembelajaran.
Pada saat pembelajaran, kondisi jasmani dan psikologis siswa mempengaruhi konsentrasi belajar siswa. Contohnya saja pada sat guru menerangkan di depan kelas, banyak siswa yang tidak memperhatikan guru karena suara guru tidak terdengar sampai ke belakang. Hal ini juga kan menghambat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Apalagi kondisi fisik siswa sudah lelah dan mengantuk, maka akan membuat siswa menjadi malas untuk belajar.
Selain itu,juga banyak siswa yang asyik bermain sendiri atau mengganggu siswa lain, karena mereka bosan dengan keadaan kelas. Sehingga membuat kelas tidak kondusif lagi.

b. Kelas Tinggi
Berdasarkan deskripsi kondisi intern dari kelas IV tersebut maka dapat dilihat bahwa masih ada siswa yang kurang konsentrasi dalam belajar, karena metode pembelajaran guru yang digunakan kurang menarik siswa. Selain itu, kondisi siswa yang tertinggal jauh dari siswa lain dilihat dari kemampuan intelektualnya juga masih ada. Sehingga masih perlu perbaikan dari guru tersebut. Agar siswa yang tertinggal itu menjadi mengejar ketinggalannya itu.

6. Kondisi Ekstern

a. Kelas Rendah
Factor ekstern kelas 2 dapat diidentifikasi dari kondisi keluarga, keadaan sekolah, dan kondisi masyarakat sekitar rumah dan sekolah. Masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam kondisi ini ialah pekerjaan orang tua dan lingkungan masyarakat yang masih kurang peduli dengan kesehatan siswa.
Pada masalah pekerjaan orang tua, mereka merasa minder dengan siswa yang orang tuanya wiraswasta, karena pendapatan orang tua mereka cenderung lebih banyak. Hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial yang berakibat melakukan perilaku tercela seperti mengejek. Ini akan berpengaruh pada kondisi siswa di kelas, karena mereka akan merasa tidak dihargai dan tidak nyaman di kels mereka sendiri.

b. Kelas Tinggi
Dengan jenis pekerjaan orang tua yang dominan adalah buruh, maka dapat dianalisis bahwa waktu orang tua dalam membantu siswa belajar dirasa kurang. Karena di aman buruh adalah pekerjaan yang waktunya tidak setiap sore ada di rumah, sehingga akan terasa berbeda dengan siswa yang orang tuanya bekerja dan sore harinya ada di rumah. Setidaknya orang tua mereka bisa membantu siswa dalam mengerjakan PR. Orang tuanya yang buruh pun, kurang peduli dengan belajar anaknya. Mereka menitipkan anaknya ke sekolah tersebut, karena mereka tidak bias membantunya belajar. Karena keterbatasan waktu dan kemampuan intelektual mereka.

D. Upaya Perbaikan

1. Kondisi Fisik
a. Kelas Rendah
Letak SD Lalung 1 yang dekat dengan jalan raya memang memudahkan akses jalan ke SD, tetapi juga dapat mengganggu pembelajaran, karena suara bising dari kendaraan, dapat menganggu konsentrasi siswa. Sebaiknya letak SD yang baik ialah, tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh dengan jalan raya. Misalnya saja, letak SD dekat dengan kantor pemerintahan atau dekat dengan rumah warga.
Kondisi sarana prasarana sudah memenuhi kebutuhan dasar dari suatu SD, tetapi alangkah lebih baiknya jika dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang bermanfaat dan meningkatkan prestasi siswa. Seperti contohnya, penggantian papan tulis biasa dengan whiteboard, penambahan tanaman hias di luar kelas supaya suasana kelas tidak panas dan gersang, adanya arena bermain untuk siswa, agar siswa tidak bosan di sekolah, dan nalurinya yang masih suka bermain dapat tersaliurkan di sekolah. Pembuatan kantin sekolah juga penting, untuk mengontrol jajan siswa. Alangkah baiknya jika kantin tersebut menjual makan yang sehat dan murah bagi siswa, supaya siswa tidak jajan sembarangan yang dapat membahayakan kesehatan.
Penataan ruang memang diperlukan, mengingat SD Lalung 1 sedang  mengadakan renovasi, sehingga penataan ulang ruangan diperlukan. Penataan tersebut dapat meliputi penggantian meja dan kursi siswa yang rusak, mengecat ulang dinding ruangan kelas dengan warna-warna yang cerah, supaya siswa menjadi semangat saat belajar, menghias ruang kelas dengan karya-kerya siswa sendoro, seperti memajang gambar, atau pekrjaan tangan siswa, supaya siswa merasa dihargai hasil karyanya dan dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Pengaturan pencahayaan dapat ditambah dengan adanya lampu, yang dapat menerangi siswa. Karena pada saat musim hujan biasanya cuaca menjadi gelap walaupun di pagi hari, sehingga jarak pandang menjadi berkurang.

b. Kelas Tinggi
Menurut analisis kondisi fisik tersebut, maka perlu adanya perbaikan. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah memperbaiki tempat duduk siswa, mengganti jendela ventilasi dengan jendela pintu, menambah papan tuls berpetak, merapikan serta merawat pajangan maupun hasil karya siswa agar terlihat indah sehingga mampu memberikan nilai estetika untuk kelas tersebut.

2. Kondisi Sosio-emosional

a. Kelas Rendah
Untuk menghadapi karakter siswa yang berbeda-beda tersebut, seharunya guru menyesuaikan metode pembelajarannya sesuai dengan karakter siswa. Misalnya siswa yang aktif dan dan tidak memperhatikan guru waktu menerangkan, biasanya bosan dengan metode ceramah yang digunakan guru. Guru harus kreatif dan memperhatikan minat dan bakat masing-masing siswa. Misalnya saja, pembelajan tematik seharusnya dapat membuat siswa lebih senang dalam belajara, karena pembelajaran tersebut disesuaikan dengan kehidupan siswa. Oleh karena itu, guru harus mengemas pembelajaran semenyenangkan mungkin untuk siswa, tetapi juga dapat mencapai tujuan.
Misalnya, guru menambahlan menyanyi bersama dan membawa alat peraga poster yang sesuati dengan tema, sehingga guru hanya perlu menerangkan poin-poin tema yang ada digambar tersebut. Menyanyi bersama juga dapat membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar. Atau dapat juga dengan melkaukan metode role playing (bermain peran). Karena menurut kami metode ini sangat cocok untuk anak kelas rendah.
Metode bermain peran memang dekat dengan dunia anak, karena mereka juga suka memerankan menjadi idola atau tokoh yang mereka senangi. Sehingga penggunaan metode ini sangat dianjurkan. Dapat diaplikasikan dengan mendongeng dan permainan conscious alley. Conscious alley ialah permainan dalam metide bermain peran yang dilakukan dengan membagi siswa menjadi 2 bagian, satu kelompok di ruas kanan, dan yang satunya di ruas kiri. Kemudian guru menjadi pemeran utama, tugas siswa ialah membisikkan komentar negative dan positif pada pemeran utama. Hal ini pasti sangat menyenangkan bagi siswa.

b. Kelas Tinggi
Untuk perbaikan mengenai kondisi sosio-emosional, perlu ditingkatkan mobilisasi guru dalam mengajar dalam kelas. Guru juga harus lebih dekat lagi dengan siswa, menggap siswa-siswa sebagai anaknya sendiri. Sehingga dengan begitu akan tercipta hubungan sosio-emosional antara guru dan siswa.

3. Kondisi Organisasional

a. Kelas Rendah
Kondisi organisasional dalam kelas cukuo bagus, hanya saja dapat  dilengkapi lagu dengan adanya peraturan kelas yang tegas untuk mengatur siswa lebih tertib. Contohnya saja, ketika guru tidak bisa hadir, atau dalam oergantian jam, siswa tidak boleh keluar kelas untuk bermain atau ke kantin. Supaya tidak mengganggu kelas lain. Jika ada yang melanggar maka siswa dapat di beri sangksi untuk membersihkan ruang kelas atau mengerjakan tugas. Hali ini diperlukan supaya siswa dapat terbentuk rasa tanggung jawab dan taat pada peraturan.
Pemecahan pada konflik siswa dapat dilakukan guru dengan melakukan rolling tempat duduk siswa, agar siswa juga dapat bersosialisasi dengan teman yang lain, sehingga tidak ada permusuhan atau gank dalam kelas. Tetapi rolling tempat duduk ini juga harus diawasi oleh guru, supaya siswa yang berganti pasangan tempata duduk tidak saling menyakiti atau tidak cocok. Maka sebagai guru kita juga harus mengenali watak dan perilaku siswa kita.

b. Kelas Tinggi
Upaya perbaikan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi organisasional di kelas tersebut yaitu guru itu sendiri harus mendekati siswa yang bermasalah dengan pelan-pelan, dinasehati, dan sedikit diberikan perhatian khusus, karena siswa tersebut berbeda dengan siswa yang lainnya, perlu bimbingan khusus dari guru agar kejadian seperti yang dijelaskan di atas tidak terulang kembali.
Sedangkan untuk yang kegiatan ekstrakurikuler enis, sebaiknya guru lebih mendekat dengan siswa, menanyakan kepada siswa mengapa siswa kurang berminat degan ekstrakurikuler tennis. Da guru memberikan soslusi, sehingga ekstra tersebut dapat diikuti siswa dan dapat berjalan dengan lancar.

4. Kondisi Administrasi

a. Kelas Rendah
Pemecahan masalah mengenai kondisi administrasi siswa yang meliputi pengelolaan data-data kelas dapat diselsaikan dengan melakukan analisis ulang dengan data-data tersebut dan melakukan musyawarah dengan guru lain sehingga data yang dibuat menjadi akurat dan sesuai dengan kondisi siswa, serta tidak menimbulkan jesimpang siuran dalm hal informasi data setia siswa.
Guru juga harus selalu memperhatikan perkembangan setiap siswa. Sehingga dapat dideteksi masalah atau perkembangan sedini mungkin sehingg guru dapat melakukan tindakan lebih lanjut.

b. Kelas Tinggi
Berdasarkan analisis dari kondisi adminitrasi tersebut di atas, maka perlu dilakukan perbaikan dalam pengoraganisasian administrasi kelas. Guru harus bisa mampu memperbaharui serta mencatat data-data dalam buku administrasi kelas, sehingga dengan begitu akan lebih memudahkan dalam mengelola kelas serta dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam tigkat kualitas belajar siswa dilihat dari grafik prestasi, grafik absensi, dan daftar kenaikan kelas.

5. Kondisi Intern

a. Kelas Rendah
Dalam mengatasi masalah kondisi intern siswa, pertama-tama kita harus melakukan analisis permasalahan siswa. Setelah itu kita dapat menentukan alternative pemecahan masalah yang bisa dlakukan.
Permasalahn yang dihadapi kelas 2 ialah kelelahan dan bosan. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan pembelajarn aktif bagi siswa. Contohnya mengunakan metode role playing atau permainan. Tergantung kemampuan guru dalam menguasai metode-metode pembelajaran. Karena metode juga harus disesuaikan dengan daya tangkap siswa.
Kondisi perhatian, minat, bakat perlu dikembangkan lagi, karena masih banyak siswa yang perlu bimbingan dalam minat dan bakat. Karena dalam kelas tersebut baru satu siswa saja yang berprestasi. Guru perlu mengembangkan bakat setiap siswa dengan cara memberikan bimbingan atau pelatihan melalui kegiatan ektrakurikuer.
Untuk mengatasi siswa yang malas dalam pembelajaran di sini, maka peran guru ialah memberikan motivasi dan mengubah kondisi pembelajaran agar siswa menjadi bersemangat kembali. Contohnya guru menambahkan permainan tebak kata, atau tebak siapa aku atau menambahkan nyayian. Maka siswa akan mengkuti permainan tersebut sehingga tidak mengantuk.
Suara guru juga harus keras sehingga terdengar samoai belakang. Karena siswa mengantuk juga bisa diakibatkan karena tudak mendengar suara guru yang tidak pernah rolling ke belakang, hanya menerangkan di depan saja.

b. Kelas Tinggi
Untuk mengatasi permasalahan siswa yang kurang konsentrasi dalam belajar tersebut, maka guru perlu melakukan perbaikan dalam metode pembelaran tersebut. Metode pembelajaran harus dibuat lebih menarik dan disertai ice breaking agar siswa tertarik dalam belajar dan senang dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
Sedangkan untuk mengatasi siswa yang tertinggal dalam belajar tersebut, maka guru seharusnya memberikan tambahan pelajaran khusus, sehingga siswa tersebut dapat mengejar ketinggalan siswa lainnya.

6. Kondisi Ekstern

a. Kelas Rendah
Pemecahan masalah mengenai kondisi ekstern siswa dlam dilakukan oleh guru dengan melakukan wawncara dengan orang tua atau bekerjasama dengan masyarakat. Contonhya, masalah siswa sering diejek oleh temanya dapat memberikan nasihat pada siswa tersebut, atau dapat meminta orang tua untuk selalu memberikan semangat pada siswa sehingg siswa tidak teroengaruh pada apa yang daikatakan teman mereka.
Apa masalah masyarakat tidak mendukung kesehatan siswa. Dapat diatasi dengan pembangunan kantin sehat atau memberikan penyuluhan pada masayarakat supaya menjual makanan  sehat pada siswa. Bukan terbuat dari bahan-bahan berbahaya. Atau memberikan izin pada masayarakat untuk menjual makanan yang sehat di dalam lingkungan SD.

b. Kelas Tinggi
Berdasarkan hasil analisis dari kondisi ekstern di atas maka guru seharusnya memberikan penyuluhan pada orang tua siswa, agar juga memperhatikan belajar siswa di rumah meskipun dengan keterbatasan yang ada. Karena tanggung jawab belajar siswa bukan hanya sepenuhnya ada pada sekolah, tetapi juga ada pada orang tua siswa tersebut.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan data-data serta hasil pengamatan kami yang telah dijelaskan dalam pemabahasan di atas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa manajemen kelas baik kelas II maupun kelas IV secara keseluruhan sudah baik. Meskipun masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan lagi agar pembelajaran dapat berjalan efektif dan efesien serta tercapai tujuan pembelajarannya.
Pengaturan tata ruang, ventilasi, cahaya, baik kelas II maupun kelas IV sudah cukup baik. Kondisi sosioemosional dan organisasional dalam pembelajaran masih sedikit kurang pada kelas II, mungkin karena gurunya masih Wiyata Bakti (WB), dan untuk kelas IV cukup baik. Sedangkan kondisi adminitrasi, baik kelas II maupun kelas IV sudah cukup baik. Semua invertaris serta data-data siswa diatur (manage) sedemikian rupa, sehingga memudahkan guru dalam menilai siswa. Sedangkan untuk kondisi intern dan ekstern itu sendiri, rata-rata sama. Kelas II maupun kelas IV rata-rata sering ramai saat pembelajaran, terutama kelas II. Karena guru kelas II masih belum sepenuhnya mampu menguasai kelas. Sedangkan kelas IV, masih dapat dikondisikan. Input dari siswa itu sendiri, meskipun kebanyakan dari desa, tetapi cukup berpotensi untuk berpretasi. Lingkungannya sendiri juga cukup mendukung. Di mana letak SD Negeri 01 Lalung Karanganyar berada dalam lintas dekat dengan kota. Akses informasi, teknologi, transportasi, dan letaknya pun strategis.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan kami di atas, maka kami sebagai observer dan penulis makalah ini menyaran agar guru kelas II lebih meningkatkan kualitasnya, agar mampu menguasai empat kompetensi keguruan, baik kompetensi pedagogic, kompetensi social, kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional. Untuk meningkatkan kualitas tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti seminar, loka karya , KKG atau apapun yang bisa meningkatkan kualitas dirinya, sehingga mampu mengelola kelas dengan baik. Sedangkan untuk guru yang kelas IV itu sudah baik, hanya saja perlu ditingkatkan lagi.
Read More